Kamis, 04 Agustus 2011

Papa dan papa

I hated papa.

Kaku. Pemaksa. Pemarah. Aku membenci papaku. Setiap kali aku menelepon ke Medan, aku berharap mama yang angkat telepon. Kalau papa yang angkat, aku buru-buru meminta dia mengalihkan telepon ke mama. Setiap kali dia berkunjung ke Jakarta, aku usahakan tidak berduaan saja dengannya. Aku membencinya. Aku tidak suka dimarahin karena aku tidak mau melakukan apa yang dia inginkan. Dia tidak pernah mencoba mengerti aku.

Kuku (adik papa dalam bahasa Mandarin), selalu mengatakan papa sayang sama aku. Aku mengiyakan di bibir, tetapi menolak di hati dan pikiranku. Aku tidak percaya, ada rasa sayang pada pria yang diktaktor itu. Apa ada sayang, pada pria yang memaksaku mencari teman baru lalu memarahiku ketika gagal? Apa ada sayang, pada pria yang mengatai-ngatai yang buruk kepada anaknya?

Aku tidak membutuhkan kasih sayang berupa uang, barang dan baju! Aku tidak membutuhkannya! Aku mau dia melihatku sebagai anak yang dibanggakan. Aku merindukan itu melebihi segalanya. Tetapi aku gagal memenuhinya.

Suatu hari,  aku sedang berbaring di tempat tidur. Aku sedang berbicara kepada Papa Surgawi mengenai papa. Slide mengenai papa muncul di pikiranku. Beberapa slide di awalnya itu buruk. Kenangan buruk. Amarahku naik. Hatiku sakit. Aku meneriakkan ke Tuhan apa yang kubenci dari papaku.

Namun semakin slide-slide berjalan,  kenangan-kenangan indah ditampilkan.

Papa yang menggendong aku.
Papa yang mengeringkan rambutku dengan hair dryer.
Papa yang mengantar jemput aku ke kursus.
Papa yang merapikan poni yang berantakan.
Papa yang membelikan kalkulator karena aku suka memainkannya.
Papa yang menggelitikku dengan kumisnya.
Papa yang ... Terlalu banyak kenangan indah yang tertutupi sakit hati.

Air mata berenang melewati mata dan pipiku dengan deras. Paru-paru dan tenggorokanku mengeluarkan isakan. Semua nanah melompat keluar dari hatiku karena syok. Setelah keturunan terakhir nanah keluar, hatiku damai. Hatiku dipulihkan. Aku bisa mencintai papa kembali.

Terakhir kali aku bertemu papa, papa sedang tidur sambil mendengkur di tempat tidur. Aku menyapanya. Dan dia tidak menjawab. Aku lalu melompat ke arahnya. Dia terbangun, memeluk dan mengelus kepalaku. Aku menyukai elusan papaku.

Papa marah karena ingin aku mendapatkan yang terbaik.
Papa marah karena ingin menjagaku.
Papa mengata-ngataiku supaya aku berubah.
Caranya mungkin salah, tetapi sekarang aku bisa membaca hatinya. Dan hatiku meluap dengan cinta untuk mengasihinya yang sama-sama belum sempurna.
Terima kasih Papa Surgawi yang telah membuat semua ini terjadi. Aku tidak bisa berhenti mencintaiku Papa dan papa. Papa Surgawi telah mengirimkan aku ke papa yang luar biasa.

"Pa, aku berdoa kamu akan kenal Papa Surgawi yang dahsyat itu."

*Wish I can write it down in Mandarin*

Tidak ada komentar: