Jumat, 04 November 2011

Lelucon yang 'SANGAT' Lucu

Apa yang akan kamu lakukan ketika kamu mendengar 'Tubuhmu dibelek dengan menggunakan jurus kungfu'? 

Lucu? Mungkin. Lagipula itu dikatakan oleh temanku sambil bercanda dan memperagakan gaya Kungfu Panda. aku biasanya tertawa oleh lelucon-lelucon sadis seperti itu. Tetapi detik ketika temanku bercanda seperti itu, aku teringat sebuah foto di tahun 98. 

Seorang wanita yang tubuhnya ditulisin yang tidak benar, ditelanjangi, dan diperkosa oleh penjarah-penjarah. Aku melihat foto itu 13 tahun yang lalu, dan aku tidak bisa melupakan korban di foto itu. Terlalu tragis untuk kulupakan.

Aku tidak mengenal wanita itu. Tetapi aku bisa bayangkan, perasaan dia di bulan naas itu. Perasaan menjelang kematiannya. Orang banyak mengelilingi rumahnya. Tidak ada niat baik di hati mereka. Bukan hanya harta yang mereka minta. Mereka meminta nyawa. Wanita itu dicengkram rasa ngeri. Penyiksaan dan kematian sudah muncul di depan matanya. Tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Yang lebih menyedihkan, kisah wanita itu bukan salah satu film Hollywood atau film porno yang dijual di Glodok. Tetapi kisah nyata yang terjadi di Indonesia. Dia tidak seorang diri. Banyak wanita-wanita yang menjadi korban-korban kerusuhan 98. Ada yang mati seperti wanita ini. Ada juga yang trauma seumur hidupnya.

Bayangan itu menyadarkan aku betapa buruknya aku ketika menertawakan lelucon seperti itu. 
Pada meeting hari itu juga, aku disadarkan aku harus memikirkan lelucon-lelucon yang kudengar ataupun kulontarkan. Lelucon seperti apa yang layak kutertawakan?

Mungkin contoh lelucon ini terlalu ekstrim. Aku akan menyebutkan beberapa contoh lelucon yang 'kurang ekstrim'.

Lelucon mengenai kondisi fisik seseorang? Lelucon menipu seseorang? Lelucon untuk selingkuh? Lelucon mengenai seks? Lelucon mengenai keadaan seseorang dan keluarganya?

Kalau dilihat dari contoh lelucon-lelucon itu, ntah benar atau tidak, selalu mengarah ke orang lain. Bukan diri sendiri. Lelucon itu lebih seru sepertinya kalau diarahkan ke orang lain. Coba aku sampaikan lelucon tersebut ke korban yang mengalami sakitnya. Atau ternyata ada di keluargaku yang menjadi korban nyata dari gambaran lelucon itu. Aku yakin aku tidak akan tertawa. Yang ada malah rasa sakit, keluargaku diketawain.

Aku jadi ingat pepatah ini, "Sepintar-pintar tupai melompat, pasti akan jatuh juga." Mungkin saat ini, aku belum menceritakan lelucon yang 'sangat' lucu ke orang yang salah. Tetapi aku akan menjaga diriku untuk tidak melanjutkan kebiasaan-kebiasaan yang salah.










    

Kamis, 04 Agustus 2011

Aku adalah MilikMu

“Lari! Lari yang cepat!” teriak Darla pada diri sendiri.
Dia mempercepat langkah kakinya. Berlari di dalam kegelapan.  Jantungnya memompa darahnya dengan cepat. Kedua pipinya tampak kemerahan. Keringat mengalir dari tubuhnya. Dia telah berlari dari tadi. 30 menit? 1 jam? 5 jam? Dia tidak tahu. Dia hanya tahu ada yang mengejarnya. Apa yang mengejarnya, dia tidak tahu. Darla tidak pernah menoleh ke belakang untuk melihat. Instingnya memintanya untuk berlari secepat mungkin.  Dan Darla mengikuti instingnya. 
Dia berlari melewati jalan raya, lorong-lorong dan jembatan-jembatan. Dia melihat banyak bangunan-bangunan yang tampak seperti gedung perkantoran, apartemen dan rumah-rumah. Tetapi tidak ada pintu dan daun jendela pada bangunan-bangunan itu. Darla sempat berpikir, semua bangunan tampak familiar. Tetapi pikiran itu dengan segera dilupakannya, karena dia harus konsentrasi berlari. Lari dengan cepat.
Setiap kali Darla melewati sebuah persimpangan, dia akan memilih jalan secara acak. Dia toh tidak tahu mau kemana. Disini tidak ada papan petunjuk jalan. Hanya 2 harapannya. Dia bisa keluar dari tempat yang aneh ini dan pulang ke rumah.
‘Rumah?’ Entah kenapa kata ini membuat hatinya sakit. Sambil berlari terengah-engah, Darla teringat papa mamanya yang selalu bertengkar. Dia teringat papa yang tidak pernah kelihatan di rumah. Mama yang selalu menangisi papa. Kata-kata itu membuatnya sakit.
“Darla.” Sebuah suara memanggilnya dari belakang.
Ingatan Darla langsung buyar. “Iya, aku harus keluar dari tempat ini.” Darla pun mempercepat pergerakan kakinya.
“Darla,” panggil suara itu lagi.
“Berhentilah mengejarku.” Teriak Darla tanpa menoleh ke belakang. Air mata mengalir dari kedua belah pipinya. Darla sudah capek berlari. Dia ingin keluar.
“Aku tidak bisa.” Sahut suara itu dengan lembut.
“Kenapa?” teriak Darla dengan frustasi.
“Karena kamu milikku.” Jawab suara itu dengan tenang.
“Aku bukan milikmu. Kamu bukan siapa-siapa bagiku.”
“Kamu milikku. Aku telah membelimu.”
Darla mendengus. “Kamu kira kamu siapa? Kamu beli aku dari orang tuaku?”
“Dari majikanmu. Supaya kamu bisa mendapatkan hidup yang penuh bahagia.”
“Apaan si?”
“Penceraian papa mama. Aborsi. Narkoba.”

Darla berhenti berlari. Dia menoleh dan memelototi ke arah suara itu berasal. Tetapi dia tidak melihat apapun. Dia hanya melihat bangunan-bangunan yang tampak familiar itu.
“Jangan kamu mencampuri urusanku!” teriak Darla ke arah suara itu.
Suara itu tidak menyahut.

Darla hendak melanjutkan larinya, ketika terjadi gempa yang dahsyat. Jalan-jalan di belakangnya terbelah. Belahan itu semakin lama semakin lebar dan dalam. Tercium aroma yang sangat menyengat. Dia merasakan hawa panas yang teramat sangat. Beberapa menit kemudian, dia melihat lautan api di tengah-tengah jalan yang terbelah.
‘Jika aku terjun, apakah dia akan keluar dari labirin ini?’ pikirnya.
“Jangan Darla!” teriak suara itu.
“Berisik! Aku tidak mau berada di tempat ini terus! Mungkin di lautan itu ada jalan keluar.”
“Jika kamu terjun, kamu akan tinggal di kegelapan yang mengerikan selamanya.”
“Mengerikan? Ha? Kamu kira aku takut? Aku pernah melakukan banyak hal yang orang-orang takuti. Aku pernah berada di kandang singa. Aku pernah makan laba-laba hidup-hidup. Aku pernah melompati gerbong ke gerbong ketika kereta berjalan cepat. Aku pernah... “ bual Darla.
“Di situ neraka!” teriak suara itu. “Ayo, ikut aku! Aku akan membawamu kembali.”
“Kemana? Ke kegelapan yang tadi?” tanya Darla. Harapan untuk keluar dari tempat ini sudah mulai sirna.
“Kembali ke kehidupan.”

‘Kehidupan?' Darla teringat hal yang terakhir dia lakukan sebelum dia tiba di kegelapan ini. Dia menyayatkan dirinya sendiri. Orang tua yang siap bercerai. Pacar yang merupakan satu-satunya sumber kebahagiaan, selingkuh dengan teman baiknya. Semuanya salah dia. Orang tuanya terpaksa menikah karena mamanya hamil. Pacarnya meninggalkannya karena Darla kurang perhatian. Dia tidak mampu membuat orang lain bahagia. Dia pantas tidak kembali ke kehidupan. Dia sepertinya cocok di neraka.

“Darla.” Sahut suara itu. “Aku mengasihimu. Aku ingin memberikan hidup yang penuh kebahagiaan.”
Darla menatap ke arah suara itu berasal. Dia tidak bergeming. Dengan tatapan menantang, dia berkata, “kalau aku benar-benar milikmu. Kamu benar-benar mengasihiku. Tangkaplah aku!”
Darla melemparkan dirinya ke dalam jurang. Suara itu tidak menjawab. Darla tersenyum sinis.
‘Hidup yang bahagia? Menangkap aku saja dia tak sanggup. Pembohong!’
Darla menutup matanya. “Selamat tinggal Suara!”

Tiba-tiba dia berhenti jatuh. Sebuah kehangatan menopang tubuhnya. Kehangatan yang teramat sangat. Kehangatan yang membuat air matanya mengalir tanpa henti. Dan dia merasakan damai yang teramat sangat.
“Bukankah kukatakan, kalau kamu itu milikku? Maukah sekarang kamu mengakuinya?”
Pintu sebuah ingatan yang telah lama dikuncinya, terbuka. Dia kenal pemiliknya. Pribadi yang telah membelinya dengan nyawanya. Darahnya. Pribadi yang pernah dia baca ketika dia sekolah. Dia hidup, sehidup yang dibacanya. Dia bukan dongeng.
“Ya. Tuhan Yesus, aku milik-Mu. Kamu adalah penyelamatku dan Rajaku.”

*Terinspirasi oleh lagu Israel Houghton ‘I know who I am’*

Papa dan papa

I hated papa.

Kaku. Pemaksa. Pemarah. Aku membenci papaku. Setiap kali aku menelepon ke Medan, aku berharap mama yang angkat telepon. Kalau papa yang angkat, aku buru-buru meminta dia mengalihkan telepon ke mama. Setiap kali dia berkunjung ke Jakarta, aku usahakan tidak berduaan saja dengannya. Aku membencinya. Aku tidak suka dimarahin karena aku tidak mau melakukan apa yang dia inginkan. Dia tidak pernah mencoba mengerti aku.

Kuku (adik papa dalam bahasa Mandarin), selalu mengatakan papa sayang sama aku. Aku mengiyakan di bibir, tetapi menolak di hati dan pikiranku. Aku tidak percaya, ada rasa sayang pada pria yang diktaktor itu. Apa ada sayang, pada pria yang memaksaku mencari teman baru lalu memarahiku ketika gagal? Apa ada sayang, pada pria yang mengatai-ngatai yang buruk kepada anaknya?

Aku tidak membutuhkan kasih sayang berupa uang, barang dan baju! Aku tidak membutuhkannya! Aku mau dia melihatku sebagai anak yang dibanggakan. Aku merindukan itu melebihi segalanya. Tetapi aku gagal memenuhinya.

Suatu hari,  aku sedang berbaring di tempat tidur. Aku sedang berbicara kepada Papa Surgawi mengenai papa. Slide mengenai papa muncul di pikiranku. Beberapa slide di awalnya itu buruk. Kenangan buruk. Amarahku naik. Hatiku sakit. Aku meneriakkan ke Tuhan apa yang kubenci dari papaku.

Namun semakin slide-slide berjalan,  kenangan-kenangan indah ditampilkan.

Papa yang menggendong aku.
Papa yang mengeringkan rambutku dengan hair dryer.
Papa yang mengantar jemput aku ke kursus.
Papa yang merapikan poni yang berantakan.
Papa yang membelikan kalkulator karena aku suka memainkannya.
Papa yang menggelitikku dengan kumisnya.
Papa yang ... Terlalu banyak kenangan indah yang tertutupi sakit hati.

Air mata berenang melewati mata dan pipiku dengan deras. Paru-paru dan tenggorokanku mengeluarkan isakan. Semua nanah melompat keluar dari hatiku karena syok. Setelah keturunan terakhir nanah keluar, hatiku damai. Hatiku dipulihkan. Aku bisa mencintai papa kembali.

Terakhir kali aku bertemu papa, papa sedang tidur sambil mendengkur di tempat tidur. Aku menyapanya. Dan dia tidak menjawab. Aku lalu melompat ke arahnya. Dia terbangun, memeluk dan mengelus kepalaku. Aku menyukai elusan papaku.

Papa marah karena ingin aku mendapatkan yang terbaik.
Papa marah karena ingin menjagaku.
Papa mengata-ngataiku supaya aku berubah.
Caranya mungkin salah, tetapi sekarang aku bisa membaca hatinya. Dan hatiku meluap dengan cinta untuk mengasihinya yang sama-sama belum sempurna.
Terima kasih Papa Surgawi yang telah membuat semua ini terjadi. Aku tidak bisa berhenti mencintaiku Papa dan papa. Papa Surgawi telah mengirimkan aku ke papa yang luar biasa.

"Pa, aku berdoa kamu akan kenal Papa Surgawi yang dahsyat itu."

*Wish I can write it down in Mandarin*

Minggu, 27 Februari 2011

Terluka

Aku tahu aku terluka ketika:
Aku marah ketika memikirkan orang yang melukaiku
Ketika dia berbicara buruk, aku membalas dan merasakan dua kali lebih buruk dari lukaku
Aku kecewa ketika orang itu tidak kunjung meminta maaf
Aku tidak mau bertemu apalagi menatap wajahnya
Aku ingin menampar wajahnya yang sombong

Siapa yang sedikit diampuni, sedikit pula dia berbuat kasih - Lukas 7:47

Aku tahu aku diampuni, tetapi seberapa jauh?
Tubuh Tuhan dicambuk, diludahi, dipaku dan nyawaNya dicabut demi dosa-dosaku
Dosa besar atau kecil? Dosa tidak ada ukurannya. Dosa ya dosa. Dosa karena berbohong. Dosa karena melukai orang dengan sengaja. Dosa karena bergosip. Dosa karena melawan orang tua. Dosa karena membenci. Dosa karena mengutuk. Dosa karena tidak mau mengampuni. Dosa karena tidak sopan dan kasar. Dosa karena menghina. Dosa karena menfitnah. Dosa karena mencuri. Dosa karena berzinah.

Kasih, Kekuatan dan Berkat yang melimpah diberikan
Diangkat sebagai anak Allah sehingga kita bisa berhubungan dengan Sang Pencipta. Diberikan otoritas untuk melawan musuh-musuh (roh jahat) yang telah membuatku jatuh terpuruk. Disiram dengan kasih karunia sehingga memampukanku untuk melakukan kehendakNya. Tidak dicabutnya nyawaku ketika aku melakukan kesalahan. Tuhan setia menungguku ketika aku kabur,

Aku menatap wajah orang yang melukaiku. Aku juga pernah di posisi dia. Tidak pantas diampuni, tidak pantas dikasihi, apalagi dihormati. Aku menatap ke arahNya.

Aku mengampuni dan memberkati orang yang melukaiku, seperti yang Tuhan lakukan.

Senin, 14 Februari 2011

Kamu Siap Tidak?

"Jul, Aku sudah menyiapkan pasangan hidup yang luar biasa bagimu."
"Hm.. Tuhan, aku tidak siap menerimanya. Lihat saja kelemahanku begitu banyak. Aku egois, kalau aku melukai dia gimana? Aku sensitif. Aku belum bisa masak. Keuanganku berantakan .... "
"Kapan kamu siap? Kapan "siap" itu adalah siap?"

Kapan? Itu pertanyaan yang sulit kujawab.
Aku punya banyak alasan untuk tidak siap. Aku tidak siap terluka dan melukai lagi. 2 kali hubungan yang belum saatnya, membuatku trauma. Di sini, aku tidak menyalahkan mereka, karena kesalahan sebuah hubungan tidak di satu pihak saja.

Hal-hal yang membuatku tidak siap:
1. Aku menyalahkan diri sendiri atas kegagalan hubungan di masa lalu. Aku selalu merasa aku yg membuat hubungan ini gagal karena aku bertindak semauku dan tidak berusaha memahami mereka.
2. Aku rendah diri. Kegagalan dan keputusan-keputusan yang salah membuatku ragu, apakah ada pria yang luar biasa untukku. "Tuhan masih ada stock tidak ya buatku?" Kalaupun ada, aku merasa tidak layak menerima mereka.
3. Aku tidak berani mencintai. Aku mengerti arti ditolak dan disakiti sampai aku merasa menyukai seseorang adalah hal yg paling mengerikan. Dan aku merasa aku menyukai pria yang selalu bukan untukku. Aku ragu dengan perasaan ketertarikanku. Aku bahkan pernah mencabut benih-benih ketertarikan dalam hidupku.
4. Karakter dan kemampuanku. Aku sensitif dan egois. Banyak hal-hal kecil yg benar saja tidak sanggup kulakukan.

Semua itulah yang kupikirkan dan dibukakan oleh Tuhan beberapa bulan yang lalu. 2 bulan, 6 bulan atau 36 bulan lalu.

Kalau kamu ada yang menanyakan apakah aku sudah siap sekarang ini?
Aku tidak yakin, yang pasti aku melakukan sesuatu. Aku mempersiapkan diri untuk sebuah pernikahan.

"Persiapannya apa?", tanyamu.
Yang paling pertama: percaya kalau kasih Tuhan adalah segalanya dalam hidupku, berpegang pada janjiNya dan bersandar pada tanganNya dalam segala sesuatu.
Karena Tuhan adalah penciptaku. Dia tahu untuk apa aku diciptakan, karakter, kekuatan dan kelemahanku seperti apa. Dia tahu bagaimana meracik hidupku, untuk mencapai tujuanNya dalam hidupku, termasuk supaya sepadan dengan pasanganku. Ada sisi kerasku yang perlu dikikis dan sisi lembutku yang perlu ditingkatkan.

Yang kedua adalah membuat target, yaitu melakukan visi Tuhan, belajar sebanyak-banyaknya, menggali potensiku dan bersabar dalam proses pembentukan karakterku.
Aku tidak percaya dengan berdiam diri selama masa penantian yang aku sendiri tidak tahu berapa lama.

Bagaimana pendapatmu?

14th February 2011 - Happy Valentine Day.