Selasa, 28 Desember 2010

Bintang-Bintang

Kerajaan Langit sedang mengadakan perayaan harian. Sang Bulan memainkan harpanya dan para bintang menari dengan indah dalam perayaan itu. Ratu Senja dengan gaun jingganya dengan senang hati menyerahkan takhtanya ke Raja Malam berjubah hitam. Semuanya begitu bahagia.

Jauh dari hiruk pikuk kerjaan Langit, ada seorang wanita sedang berbaring di tempat tidurnya, di Bumi. Dia baru saja selesai membaca buku karya John Bevere dan merenungkan isinya. Dia tidak berbicara, tetapi otaknya berpikir dengan keras. Isi buku itu telah menemplak dirinya.
'Banyak yang harus kuperbaiki' keluhnya.
Raja segala raja banyak berbicara kepadanya lewat buku itu. Dan di hari itu juga Sang Raja memberitahukan area-area lain yang dia harus hadapi yang bersumber dari ketakutan.
'Aku tidak yakin aku sanggup.'
Roh-ku memampukanmu, jawabNya singkat dan jelas pada keragu-raguan wanita tersebut.

'Menghormati orang lain? Duh Raja, aku terbiasa berbicara seenak jidat kalau sama orang yang menyebalkan.'
Lakukan untukKu, berikanlah yang terbaik buat orang yang paling menyebalkan, jawabNya lemah lembut.
'Raja, Engkau tentu tahu aku kadang karena takut, tidak berani melakukan hal yang benar. Buktinya, aku tersenyum ke bosnya saja tidak berani. Rasanya menakutkan.'
Aku tidak memberikan roh ketakutan, tetapi Roh yang berani dan disiplin, Raja meneguhkan kembali siapa wanita dan Roh yang berada di dalam tersebut.
Lagipula, bukankah ketika kamu takut, musuhKu dipermuliakan? Kamu lebih suka musuhKu dipermuliakan dibanding aku?, tanyaNya.
Air mata berlinang di kedua bola mata wanita tersebut. Dia tidak berani memandang ke arah Sang Raja.

Sang Raja mengelus kepala wanita itu. Dia sayang sekali padanya, lebih dari nyawaNya sendiri.
Ada lagi yang kamu pikirkan? TanyaNya.
'Raja, aku aneh. Aku merasa tidak nyaman ketika orang lain melayani atau memberiku sesuatu. Rasanya aku tidak bisa mengembalikan kepada mereka.'
Apakah kamu berharap orang lain mengembalikan kepadamu apa yang kamu berikan?
Wanita itu menggeleng, 'aku tidak pernah berpikir seperti itu.'
Saling mengasihi dan melayani adalah karakter hamba-hambaKu. Aku yang mengajarkan kamu dan mereka demikian. Kamu harus belajar menerima segalanya secara cuma-cuma, jawabnya. Bersyukurlah akan hal itu.

Wanita memejamkan mata. Di dalam hatinya, masih banyak keraguan. Bisakah dia menghancurkan benteng-benteng di pemikirannya? Terlalu banyak yang harus diperbaiki dan disingkirkan.
Tataplah bintang-bintang di langit, kata Sang Raja.
Wanita itu tersenyum. Dia sedang di dalam ruangan, yang jendelanya bahkan tidak menghadap ke langit.
'Kamu bercanda, Raja,' sahut wanita tersebut. 'Aku di lantai 1, ada banyak langit-langit dan langit di sini itu kotor. Mana mungkin bisa lihat bintang-bintang.'
Di sinilah letak permasalahanmu, kamu terlalu banyak memikirkan penghalang-penghalang, dibandingkan bintang-bintang. Kamu terlalu fokus ke ketidakmampuanmu dan bukan janji-janjiKu. Yang membatasi dirimu adalah dirimu sendiri.

Wanita itu terdiam. Keraguan-raguan masih ada di pikirannya. TeguranNya membuka pemikirannya, hanya  ... Wanita itu menepis kata 'hanya' di pikirannya. Sudah terlalu sering kata itu mengukir dirinya sendiri di pikiran wanita itu.
"Raja, aku percaya padaMu. Maafkan aku yang tidak percaya padaMu. Ajarkan aku untuk percaya, apa yang Engkau ingin aku lakukan, Engkau memampukan aku."
Kamu sanggup melakukan segala perkara, dalam Aku yang menguatkan kamu.