Rabu, 24 Februari 2016

Apa itu Kesalahan?

“Kesalahan adalah bahan pelajaran bukan perulangan,” pikirku. Setiap kali aku melakukan kesalahan, aku selalu memutuskan untuk tidak mengulanginya. Dua kali jatuh di lubang yang sama adalah kebodohan. Tetapi nyata-nyatanya, aku melakukan kesalahan yang sama berkali-kali. Aku mulai berpikir, aku ini bodoh. Aku tidak akan mampu keluar di lubang itu.

Salah satu perulangan yang aku perbuat adalah tertarik sama orang. Aku tahu tertarik dengan orang bukanlah kesalahan. Aku manusia. Aku suka sama lawan jenis dan dia juga manusia. Orang yang aku tertarik itu orang normal; punya karier, karakter yang bagus, keuangan yang baik, cinta Tuhan dan peduli sesama. Namun, aku selalu berakhir dengan hati patah dan air mata berderai padahal tidak pernah jadian. Aku sudah “menjaga hati” loh.

Apakah itu 'menjaga hati'?
Aku dulu berpikir kedua patah kata itu berarti menjaga jarak. Semakin aku menyadari ketertarikanku, semakin aku menjauh. Aku bahkan berdoa supaya Tuhan menjauhkan dirinya dari diriku. Mungkin Dia bisa membuat keadaan. Orang-orang mungkin berpikir, aku ini aneh. Tetapi aku memang “aneh” dengan pemikiran seperti itu. Apalagi kalau mereka mengetahui keinginanku akan pernikahan.

Setelah patah hati berulang-ulang dan aku juga bingung bagaimana sebuah hati mampu patah berkali-kali. Aku merasa kesamber ketika aku menyadari makna 'menjaga hati'.  
Menjaga hati = Tidak Berekspektasi
Persamaan matematika ini perlu disorot dengan dua tinta warna favoritku; hijau dan merah muda. Aku baru menyadari, aku memang menjaga jarak secara fisik dengan sang calon kekasih idaman yang tak kunjung jadian ini. Namun pikiranku tidak mengurangi jarak; jarak antara fantasi dengan realita. Aku mengimpikan dan berharap, dia tertarik padaku dan kita mengarungi lautan bersama-sama. Ya ampun!

Persamaan matematika inilah yang akhirnya menyelamatkanku dari halusinasi. Plus PVM - Rediscover, Develop and Celebrate Your True Self dan bimbingan dari mentorku sangat membantuku. Aku tidak perlu dikarantina di rumah sakit korban patah hati. Fiuh. Dan aku bisa lebih awas ketika pikiranku mulai melalang buana ke dunia yang berbeda.

Lalu bagaimana dengan pikiranku soal kesalahan? Pernyataan itu masih benar kok. Dia cuman membutuhkan tambahan.
Kesalahan adalah bahan pelajaran bukan perulangan, asal kita mendapat pengertian untuk mempraktekkan solusi dengan tepat.

Sabtu, 16 Januari 2016

Pelukis, Kanvas, Pensil Warna Dan Goresan


Jika Bapa kita di Surga adalah seorang pelukis, maka masing-masing kita adalah kanvas-Nya. Lalu orang-orang di sekitar kita; keluarga, teman, kolega, dan lain-lain adalah pensil-pensil berwarna.

Kira-kira, apakah yang dilakukan Sang Pelukis terhadap kanvas? Tentu Dia tidak akan membuat kanvas itu tetap putih. Dia akan membuat Maha Karya. Dia akan menggoreskan garis, lekukan dan arsiran dengan berbagai pensil warna. Ketiga hal itu melambangkan kejadian-kejadian yang kita alami bersama orang-orang di sekitar kita. Mungkin kita berolahraga bersama, beradu pendapat, memberikan hadiah, bersikap menyebalkan atau hanya sekedar berpapasan. Tidak ada biru, kuning, jingga, hijau, ungu yang kebetulan mampir di sebuah kanvas. Semua telah direncanakan oleh Sang Pelukis dengan teliti dan cermat. Supaya hanya Maha Karya-Nya lah yang dihasilkan.

Kadangkala kita berpisah terlalu cepat dengan orang yang kita senangi. Atau kita perlu berhubungan dengan orang yang kita tidak suka. Kita bertanya-tanya, “Salahku dimana sehingga warna ini perlu muncul dan mengisi sebagian besar kanvasku?” Kita ingin Sang Pelukis mengganti pensil warnanya. Kita bahkan berdoa untuk itu. Namun, Sang Pelukis terus menerus menggunakan pensil tersebut. Kita bisa memilih menjadi kanvas yang berdiam tetap karena percaya pada kreatifitas-Nya. Atau kita menjadi kanvas bergetar yang membuat Sang Pelukis perlu menghapus lalu memperlama penggunaan pensil warna yang sama hingga kita terdiam. Karena Sang Pelukis telah mengambil keputusan terbaik untuk menghasilkan Maha Karya-Nya.

Lalu apa yang perlu kita pikirkan supaya kita menjadi kanvas yang berdiam tetap?

Pertama, bersyukur karena tidak ada kejadian yang di luar kendalinya Sang Pelukis. Roma 8:28 - Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Kedua, mengingatkan dan menguatkan diri sendiri kalau goresan pensil warna yang tidak kita sukai bukan untuk selama-lamanya. Dan kita akan menjadi Maha Karya-Nya.  2 Korintus 4:17 - Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kamu kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami.

Ketiga, berpikir yang baik dan benar. Kita tidak mengeluh tetapi mencari tahu apa yang ingin Tuhan ajarkan lewat pertemuan tersebut. Amsal 27:17 - Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.

Keempat, percayalah pada Dia saat kita tidak mengerti segala hal yang kita hadapi. Karena Dialah telah memiliki semua rancangan dari awal hingga akhir. Yeremia 29:11 – Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh pengharapan.

Jadi sebagai kanvas, marilah kita berdiam diri. Izinkanlah Sang Pelukis menggambar dengan leluasa di atas kanvas.


Tentara Allah

Jumat, 16 Oktober 2015

Aku Adalah Mantan Perampok


Aku adalah Mantan Perampok

Tadi sore, aku duduk bareng dengan mentorku di sebuah lobi apartemen. Kita duduk di sofa Itali yang empuk. Kita berbincang-bincang mengenai dirinya dan diriku. Lalu aku terhantam suatu kebenaran yang menyakitkan. Aku menyadari, aku ini seorang perampok.

Jika kalian menatap aku, kemungkinan besar kalian takkan menduga aku perampok. Aku tidak berperawakan tinggi dan kekar. Aku juga tidak bersuara lantang dan mengintimidasi. Aku tipe anak manis dan penurut. Tetapi aku mengambil dengan paksa, barang berharga yang bukan hanya untukku saja.

Apa barang itu?

Baiklah. Aku telah mengambil suatu kebenaran dari kalian. Kebenaran itu, kalau sampai kalian menerimanya, kalian akan hidup merdeka.

Saat ini, sadarkah kalian apa yang telah kurampok? Kemerdekaan kalian.

Kebenaran ini kusimpan di kotak harta  karunku. Tak seorangpun bisa mengambilnya tanpa persetujuan aku. Dan aku terus menimbun serta menambahkannya seperti orang serakah yang tak pernah puas.

Aku keji? Memang.  Dan aku minta maaf.

Aku mengakui, pikiranku salah. Aku menganggap diriku kurang mampu untuk menyampaikan kebenaran kepada kalian. Selain itu, aku berpendapat, banyak penulis  yang lebih cakap dibanding aku. Jadi, semuanya tetap akan berjalan sekalipun aku diam.

Namun, setelah aku membaca buku Dr. Myles Munroe dan berbincang dengan mentor. Aku menyadari, kehadiran kita ke dunia, membawa sebuah maksud dari Allah Bapa. Di dalam maksud tersebut, Sang Penenun tak lupa memasukkan potensi-potensi untuk memenuhinya.

Tuhan Yesus sendiri juga dikirim ke bumi dengan sebuah misi dari Allah Bapa.

Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam bisnis Bapa-Ku?" – Lukas 2:49 NKJV

Jadi, aku memutuskan untuk mengemban bisnis Bapaku di Surga. Dan aku akan mengeluarkan potensi-potensi yang ada. Salah satu caranya, aku kembali menulis.

Aku berhenti menjadi perampok. Aku adalah mantan perampok.




Selasa, 24 Juni 2014

Terjepit, Terjebak, Terperangkap



Tekanan tidak menyenangkan. Apalagi tekanan-tekanan. Terjepit, terjebak dan terperangkap di dalamnya membuat kita sesak nafas. Dan komplikasi susah tidur. Semestinya, kita disarankan meraung-raung di pojokan pagi-siang-malam. Meratapi nasib. Sayangnya om Yakobus malah kirimin surat, minta kita bahagia. Aduh om. Pengertian sekali dikau.

Ini isi suratnya,
"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan (sukacita yang teramat sangat), apabila kamu jatuh (bertemu dan masuk) ke dalam berbagai-bagai pencobaan.

Sebab kamu tahu (yakin dan mengertilah), bahwa ujian (pembuktian) terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan (dan kesabaran dan ketabahan). Dan biarlah ketekunanmu (dan kesabaran dan ketabahan) itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan suatu apapun.

Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, -- yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan tidak membangkit-bangkit (tanpa omelan ataupun ungkit-ungkit kesalahan)--, maka hal itu akan diberikan kepadanya.

Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang (ragu dan tidak yakin), sebab orang yang bimbang (ragu dan tidak yakin) sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati (pikiran yang ragu-ragu, bingung dan tidak yakin)  tidak tenang hidupnya (tidak stabil, tidak memiliki pendirian dan tidak bisa diandalkan mengenai segala sesuatu yang dia pikirkan, rasakan dan putuskan) .
.
.
.
Berbahagialah (diberkatilah dan membuat orang cemburu) orang yang bertahan (dan sabar) dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia."

Hikmat yang om Yakobus adalah firman yang tertanam di dalam hati kita. Kita perlu menerima lalu mempraktekkan kalau kita mau keluar dari tekanan-tekanan. (Yakobus 1:21-22).

Dan kalau kita renungin lagi, kebimbangan kita adalah  mencari-cari persetujuan atau konfirmasi dari orang lain. Tidak adanya persetujuan membuat kita tidak mau melangkah. Tindakan ini memang tidak salah, tetapi ada beberapa firman yang memang sudah jelas maksudnya. Seperti memberi dua kali lipat dari yang diminta orang lain. Selain itu, Roh Kudus bisa berbicara langsung ke hati kita untuk menginsafkan, mengajar dan mengarahkan. Tidak perlu menunggu jawaban dari manusia terus menerus.

Jadi, saat terjepit, terjebak dan terperangkap, berbahagialah! Karena kita masih bisa minta hikmat dari Tuhan. Masih bisa mempraktekkan firman dan menghasilkan mental yang kokoh.  Dan masih bisa meraih mahkota kehidupan. Yeay!

Terima kasih om Yakobus.

*tanda kurung dalam ayat adalah penambahan berdasarkan Alkitab versi Amplified.
http://www.biblegateway.com/passage/?search=James%201















Rabu, 11 Juni 2014

Tahan Dulu Lidahmu

Saat seseorang menginjakkan kaki ke dalam rumah, orang ingin mengucapkan home sweet home. Dimana kita bertemu dan bersenda gurau dengan keluarga atau sahabat buat yang tinggal di kost. Kita bisa saling meledek di meja makan. Atau menceritakan kejadian-kejadian seru di sepanjang hari. Lalu kita mandi, merentangkan diri di tempat tidur yang sejuk lalu tidur. Mumet di kepala setelah lelah seharian di kantor, hilang sudah. 

Sayangnya, kita seringkali menghadapi kejadian yang tidak terduga. Banjir di kamar. Kita dimarahin. Atau kita mendapat tugas dadakan. Kamar berantakanpun membuat nuansa hati memburuk. Hari kita yang sudah berat semakin berat. Saat-saat seperti itu, tekanan darah naik drastis. Kita cenderung ingin melampiaskan amarah ke orang lain. Atau melontarkan uneg-uneg kita ke seluruh dunia. Kita ingin menangis. Kita ingin menyampaikan berkeluh kesah ke Tuhan. 

Tunggu, tahan dulu lidahmu. Sebelum berkeluh kesah, kita menilik kembali cara-Nya Tuhan yang ampuh. Supaya kita memiliki emosi dan pikiran kita tidak seperti roller coaster - tetap stabil. Yaitu Filipi 4:6-9 Kita memuji kebaikan Tuhan sepanjang hari. Tidak hanya itu, kita mengingatkan diri kita kembali janji Tuhan atas hidup kita. Kita juga berpikir yang positif mengenai orang yang melukai kita.


Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Yesus Kristus. Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu. - Filipi 4:6-9

Contoh doa yang sederhana: Tuhan, hari ini aku ditegur bos karena kerjaanku berantakan. Aku percaya Tuhan berkata kalau apa yang dikerjakan kedua tanganku pasti berhasil (2 Tawarikh 14:7). Dan aku memiliki Tuhan, sumber hikmat (Efesus 1:17), untuk menyelesaikan apa yang telah dipercayakan kepadaku. Aku bersyukur karena kasih karunia Tuhan cukup bagiku. Aku berterima kasih kalau bosku adalah biji matamu. Aku memberkati dia dengan hikmat dan pengenalan akan Engkau. Dalam nama Yesus aku berdoa, Amin. 

Simple. Kita bisa menambahkan ayat sesuai kebutuhan. Doa seperti ini bukan berarti kita mengira Tuhan tidak mengerti apa yang kita lalui. Dia mengetahui segalaNya. Tetapi Dia membutuhkan iman kita. Dan iman timbul dari pendengaran akan firman Kristus (Roma 10:17). Percayalah, kondisi pikiran dan hati kita akan tenang dan damai. 

Selain itu, tambahkan juga sukacita dan perbuatan baik di Filipi 4:4-5. 
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!"

Jadi sebelum berkeluh kesah, tahan dulu lidahmu. Tersenyumlah dan ucapkan doa permohonan dengan penuh ucapan syukur. Sambil giat melakukan pekerjaan baik.

Kamis, 20 Maret 2014

Tuhan Sibuk Mengawasi Langkah Kita


Tujuh tahun lalu, seorang perempuan muda menginjakkan kaki di wilayah perkantoran mewah. Dia baru saja lulus ujian. Belum juga wisuda. Tetapi dia diterima sebagai Technical Writer di sebuah software house di Sudirman. Dia nyaman sekali bekerja di sana. Atasan baik. Teman-teman asyik. Kawasannya asri, bersih dan teratur. Banyak lagi ilmu yang dia dapatkan. Apalagi, ketika bos besarnya mencemplungkan dia di bidang Media, dia tambah bahagia dan nyaman.

Sayangnya, tidak ada yang stabil di dunia ini. Karena berbagai alasan plus doa, dia pindah ke perusahaan besar di wilayah Mangga Dua. Sebulan pertama, dia berusaha beradaptasi. Enam bulan berikutnya, dia masih juga berjuang beradaptasi. "Perpindahan ini membuat duniaku seperti roller coaster." tutur dia. Ternyata dia kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan, kultur dan wilayah di tempat kerja barunya yang berbeda sekali dengan kantor lama dia. Selain itu, keputusan pindah ini telah membuat efek domino ke segala area dalam kehidupannya. Alhasil, banyak hal yang biasanya bisa dikerjakan, tidak berhasil diselesaikan. Dan dia merasa malu, bersalah dan gagal. Pikiran mumet. Keluh kesah pun terlontar. Kondisi fisik pun menjadi sasaran empuk. Dia bertanya-tanya, apakah keputusannya salah? Apakah dia salah mendengar jawaban doa?

Hari ini, dia berkunjung ke Plaza Bapindo. Dia mau mengambil SPT. Teman-teman lamanya menatap dia. Mereka berkata dia tampak ceria dan sehat. Mereka masih mengalami apa yang telah dia tinggalkan. Kondisi yang sedang mereka alami tidak juga lebih ringan dari keadaan dia. Dia termenung saat dia duduk mikrolet 66 dalam perjalan pulang.

Tuhan mengingatnya pada sebuah kisah yang telah diabadikan ketiga murid-Nya; Matius, Markus dan Yohanes.
Pada suatu malam, beberapa mil dari pantai danau Galilea, murid-murid Yesus sedang berada di atas perahu. Tiba-tiba ada angin sakal - angin yang kencang (Yohanes 6:18). Mereka susah payah mendayung. Tetapi mereka tidak bisa juga sampai ke tujuan mereka, Betsaida (Markus 6:48).
Beberapa jam kemudian, Tuhan yang sudah selesai berdoa di atas bukit muncul dan melihat kesulitan murid-muridNya. Dia pun menghampiri mereka (Yohanes 6:19). Kemunculan Dia membuat mereka berteriak-teriak ketakutan (Markus 6:49). Karena Dia sedang berjalan di atas air! Mereka mengira telah melihat sosok hantu. Bahkan Petrus meminta pembuktian. Jika sosok itu adalah Yesus, maka Petrus bisa berjalan di atas air dan mendekat pada-Nya atas perintah-Nya. 
Lalu Tuhan membuktikan kepada Petrus dan murid-murid lainnya, kalau Petrus bisa berjalan hingga tiupan angin membuat nyalinya menciut dan dia pun mulai tenggelam. Tuhan mengulurkan tanganNya dan memegang Petrus. Dan Tuhan pun berkata, "Hai orang tidak percaya, kenapa kamu bimbang?" Setelah itu, Yesus naik ke perahu bersama Petrus. Angin sakal itu  pun reda. - Matius 14:22-23, Markus 6:45-52 dan Yohanes 6:16-21.

Uniknya, di dalam ketiga kitab injil itu tidak mencatat mereka ketakutan karena perahu mereka diombang-ambing gelombang. Mereka juga tidak berdoa meminta pertolongan Tuhan. Mereka hanya tercatat sedang bersusah payah melawan gelombang itu. Lalu Alkitab juga mencatat ketakutan mereka ketika melihat sosok Tuhan yang berjalan di atas air. Mereka mengira Dia adalah hantu.

Perempuan itu menarik kesimpulan kalau dia bisa nyaman sekali walau di tengah permasalahan yang sangat krusial di kantor lama dia. Seperti murid-murid Yesus susah payah mendayung di tengah angin sakal. Lalu Tuhan berinisiatif menolong dia, tetapi cara dan waktu-Nya tidak seperti apa yang diduganya. Dia pindah ke kantor baru dan ketakutan menghadapi segala perubahan yang harus terjadi. Sebenarnya, seperti Yesus terhadap Petrus, Tuhan ingin menarik perempuan ini melangkah dengan iman, berjalan bersama dengan Tuhan di tingkatan yang baru. Dia menolong dia. Sering banget. Sayangnya, perempuan ini masih bimbang kuasa Tuhan. Akhirnya dia masing sering terperosok dalam putaran kemumetan di pikiran dia. Dan tidak bergantung pada Tuhan.

Saat ini, Tuhan menyadarkan dia lewat kisah murid-murid Yesus. Dan janji-Nya di Mazmur 37:23-24 Amplified
The Steps of a [good] man are directed and established by the Lord when He delights in his way [and He busies Himself with his every step]. Though he falls, he shall not be utterly cast down, for the Lord grasps his hand in support and upholds him.
Tuhan mengarahkan dan menetapkan langkah-langkah orang baik yang hidupnya berkenan kepada-Nya [dan Dia menyibukkan dirinya di setiap langkahnya]. Sekalipun dia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menggengam tangannya dalam dukunganNya dan mengangkat dia naik. 
Jadi perempuan itu bertekad untuk tetap bertekun di dalam kondisi dia. Ketika dia sedang tidak yakin apa yang Tuhan sedang kerjakan dalam situasi dan kondisi yang dia alami, dia akan membaca Mazmur 37.
Mengambil satu langkah itu baik besar ataupun kecil adalah sebuah keputusan yang tidak mudah.Tetapi bertahan pada keputusan itu dan tetap percaya pada karakter Tuhan lebih tidak mudah. Bertekunlah dan kita melihat kuasa Tuhan terjadi dan perjalanan kita berhasil. 






Jumat, 06 Desember 2013

Gih, Lemparkan Batu!

Hoah. Ada apa ini? Kok tiba-tiba Julie mengajak teman-teman melempar batu?

Yap, aku mau mengajak teman-teman untuk melempar batu. Alasannya, aku terpukau dengan salah satu kisah nyata di Alkitab. 

Begini ceritanya. Seorang wanita diseret di hadapan Yesus oleh orang Farisi. Wanita ini telah tertangkap berzinah. Menurut hukum Musa di Ulangan 22:20-21, jika seorang wanita yang sudah tidak perawan sebelum malam pernikahan, dia harus dirajam batu. Karena di dalam cerita ini tidak ada pria yang tertangkap, maka aku menduga wanita ini tidak sedang bersama pria yang bukan suaminya.

Orang Farisi pun menuntut jawaban Yesus. Mereka ingin mencari kesalahan-Nya supaya Dia dihukum mati. Tindakan Yesus yang "tampaknya" kontroversi dengan hukum taurat telah membuat darah para ahli Taurat mendidih. Yesus hanya membuat sebuah pernyataan.
"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Para ahli taurat ini tercengang dengan jawabanNya. Tetapi cukup tertuduh karena mereka sadar mereka juga berdosa. Mereka lalu pergi meninggalkan Yesus dan wanita yang kedapatan berzinah itu. Yesus lalu memaafkan wanita itu. Dia hanya titip pesan yang serius, untuk tidak berbuat dosa lagi.

Cerita ini berakhir indah. Tuhan mengingatkan kita kalau kita adalah orang yang berbuat dosa. Dan kita butuh menerima pengampunan dari-Nya.

Sekarang, aku ingin ajak teman-teman meninggalkan kisah happy ending ini. Dan zoom in untuk melihat orang-orang Farisi yang meninggalkan mereka berdua.

Kita jangan menertawakan mereka yang K.O dengan perkataan Tuhan Yesus. Tetapi kita, jika cukup rendah hati, bisa mengevaluasi diri dari para ahli taurat ini. Ahli Taurat ini adalah orang yang intelek. Posisi mereka sangat penting di Israel. Jubah mereka sangat bagus. Sayangnya, posisi, penampilan dan kepintaran mereka membuat mereka suka meremehkan orang lain. Teman-teman bisa membacanya di Lukas 18:9-14 "Perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai".

Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.

Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang yang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Dari perumpamaan ini kita bisa melihat, ciri-ciri orang Farisi adalah mereka suka membanding-bandingkan diri mereka dengan orang yang tampaknya jelek di mata dia. Dari segi pekerjaan, status, moral dan sebagainya. Mereka melihat diri mereka adalah orang tidak bercela. Dan dengan cepat, mereka menghakimi orang lain seperti kasus mereka terhadap wanita yang kedapatan berzinah. 

Tetapi kita kan tidak pernah mempraktekkan merajam batu. Ini abad 21 gitu loh. Di Indonesia pula. Tetapi kita melemparkan hal-hal yang lebih menyakitkan. Kita mengatai-ngatai orang yang kita tidak suka di belakangnya. Kita mengutuki dia. Kita senang memikirkan hal-hal buruk yang menimpa dia. 
Intinya, kita ingin melukai dia dan hanya merasa puas kalau orang tersebut terluka, dijauhi orang banyak seperti orang itu atau orang lain telah melukai kita.
Dan apakah kita sadar, tindakan itu lebih kejam? Dia harus menanggung rasa bersalah, rendah diri, tertolak dan sebagainya. Kita pelan-pelan membunuh jiwanya. Dia mengalami tekanan tersebut bertahun-tahun, sedangkan dirajam mati hanya berlangsung beberapa jam. Catatan: aku tidak mengajak teman-teman melakukan pembunuhan ya.

Apakah kita seperti itu? Apakah kita mau menjadi orang farisi?
Jika tidak mau, maafkanlah mereka sampai kita tidak lagi emosi mengingat tindakan dia terhadap kita. Doakan mereka dan

"Gih, lemparkan batu-batu yang berisikan pujian, kasih, berkat ke orang tersebut!"
Supaya mereka bisa membangun diri mereka :)