Senin, 08 Februari 2010

Meow!

Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
'Saya ingin buru-buru pulang dan tidur.' pikirku, sembari berjalan menelusuri jalan raya Bendungan Jatiluhur di malam hari.
Jalan raya yang cukup asri untuk sebuah area di pusat kota. Jalan itu jauh dari kebisingan pengguna jalan. Jika  saya  melirik ke kiri dan kanan, saya bisa melihat rumah petak yang ditanami perpohonan. Dan ada beberapa mas-mas dan ibu-ibu yang membuka warung kecil, untuk keperluan sehari-hari orang yang tinggal di daerah situ. Saya sama sekali tidak merasa tinggal di tengah kota, yang dikelilingi  jalan hectic Sudirman, Thamrin dan Gatot Subroto.

Pikiranku sedang penuh malam itu, ada keputusan yang harus kuambil. Keputusan yang akan mengarahkan karierku dan saya menanti bimbingan Tuhan. Sambil membawa kantong plastik berisi makanan darurat, saya sampai ke gerbang kost, yang berwarna coklat kemerahan. Saya melihat seekor kucing duduk di depan gerbang kost. Karena minimnya pencahayaan di daerah situ, saya mengira-ngira warna bulu kucing ini. Putih dan abu-abu. Begitu si kucing melihatku, membuka gembok, dia mendekat padaku. Seolah-olah menunggu pulang tuannya.

Saya berjalan santai ke arah pintu masuk, karena biasanya kucing juga duduk anteng di luar. Saya tidak menyangka dia mengikuti kemanapun saya pergi. Saya bergerak ke kiri, dia ikut. Begitu pula ketika saya bergerak ke kanan. Dia mengeliling kakiku. Saat saya mau membuka pintu masuk rumah kost, dia berdiri di depanku, berharap saya mengizinkannya masuk.

'Apakah kucing ini miliki ibu kost?' pikiran tersebut melintas di pikiranku. Tetapi saya tidak pernah melihat kucing di rumah kost.
Kalau dia masuk, dan mengobrak-abrik barang di dalam kost, bisa repot. Dan sangat tidak mungkin memanggil pembantu kost di malam hari, mengusir si kucing ini.
Saya berusaha membujuk si kucing menjauhi pintu masuk. Dan saya dibalas dengan 'meow'an yang manis, seolah-olah berkata, 'ayolah, izinkan saya masuk.'
 
"Sepertinya saya masih harus jalan-jalan." Lalu saya menuju ke gerbang untuk keluar. Si kucing mengikutiku, bahkan dia keluar dari rumah kost. Saat saya berjalan, sesekali saya menatap ke belakang. Kucing itu mengikutiku. Berulang-ulang kali, sampai si kucing ketakutan melihat mobil lewat dan berhenti mengikutiku.
 
Sambil berjalan, saya melihat beberapa ekor tikus yang lewat. "Kalau kucing tersebut kelaparan, kenapa dia tidak memangsa tikus saja?". Kalau dilihat dari ukuran badan si kucing, itu ukuran badan kucing dewasa. Kalau dia dibuang tuannya, bukankah kucing sendiri juga bukan makhluk setia seperti anjing. 
 
Saya benar-benar tidak tahu mau ke mana malam itu. Perutku sudah kenyang, badanku sudah capek. Dan di pikiranku hanya ada si kucing yang patut dikasihani. Saya memutuskan untuk berjalan ke Indomaret, dan membeli susu kotak. Pada kotak susu gambar sapi di depannya, untuk junior. Saya lupa merknya.

'Kalau kucing tersebut sudah pergi gimana?' pikirku, saat kembali ke kost. 'yauda, besok saya kasih ke siapa gitu.' Saya agak berharap si kucing ada di dekat gerbang rumah kost. Saya tidak suka kalau apa yang kulakukan sia-sia.
 
Dan ternyata si Kucing masih ada. Melihat saya di gerbang, si kucing mendekat. Saya lalu menusukkan sedotan ke bagian khusus sedotan (lupa istilahnya) pada kotak susu. Sambil berjongkok dan menekan kotak susu supaya susu tersebut keluar, saya mendekatkan kotak tersebut ke si kucing. Yang ternyata sangat menikmatinya. Lalu saya masuk ke buka pintu gerbang, supaya si Kucing lebih gampang diberi susu. 
 
Orang-orang yang lewat melihatku,  memberikan susu kepada kucing. Saya mengira-ngira apa yang dipikirkan orang-orang tersebut. Si kucing tidak peduli, dan sangat menikmati susu tersebut.
'Rasanya seperti apa si? kok sepertinya enak banget.' Setelah habis, tetapi si Kucing masih sibuk menjilati susu yang mengalir di jalanan. Saya pun buru-buru mengunci gerbang dan masuk ke rumah kost. Dari jendela kecil yang menempel di pintu, saya melihat si kucing sepertinya sibuk sekali menikmati susu tersebut.

Kucing yang unik.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Si kucing pasti dipelihara oleh Tuhan. Bisa secara alam, atau juga lewat manusia. Kali-kali Tuhan memberitahu si kucing untuk berhenti di rumah kostku supaya dia bisa minum susu.
 
Dan saya yakin juga si, pertemuan kita dengan orang-orang di sekitar kita, pasti ada rencana Tuhan di baliknya. Misalkan, saya ingin belajar menulis untuk sebuah visi dari Tuhan. Saya dipertemukan dengan seorang novelis yang senang membantuku, mengkoreksi tata bahasaku. Dan Tuhan lalu memberikan kesempatan untuk kompetisi, dan masuk ke grup menulis yang mempunyai visi yang sama. So? Apa yang perlu dikhawatirkan? Apa alasan saya menunda-nuda?
 
Tuhan pasti turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi yang mengasihi Dia.

Tidak ada komentar: